"Integrasi Kearifan Lokal untuk Pelestarian Budaya dan Lingkungan"
Kabupaten Sukabumi, Jabar
polkrim-news.news || Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukabumi melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) resmi menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelestarian Pengetahuan Tradisional dalam Pelindungan Kawasan Sumber Air, atau yang dikenal dengan Raperda PATANJALA.
Raperda ini menjadi langkah strategis dalam mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal Sunda ke dalam kebijakan pelestarian sumber daya air dan lingkungan hidup di Kabupaten Sukabumi.
Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Sukabumi, Bayu Permana, menyampaikan bahwa kehadiran Raperda PATANJALA merupakan wujud nyata komitmen pemerintah daerah dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan, budaya, dan kelestarian alam.
"Melalui Raperda PATANJALA, kami ingin memastikan bahwa nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat Sunda menjadi dasar dalam pengelolaan lingkungan, khususnya kawasan sumber air," ujar Bayu.
Latar Belakang
Penyusunan Raperda PATANJALA dilandasi oleh tiga hal utama.
Pertama, sebagai bentuk dukungan terhadap visi Sukabumi Mubarokah dengan fokus pada pemajuan kebudayaan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Kedua, untuk merespons tingginya risiko bencana ekologis seperti banjir dan longsor yang disebabkan oleh menurunnya daya dukung lingkungan dan terganggunya kawasan sumber air.
Ketiga, menindaklanjuti arahan Gubernur Jawa Barat agar pengelolaan tata ruang dan lingkungan di Sukabumi berlandaskan nilai-nilai kebudayaan Sunda (kabuyutan).
Raperda ini menegaskan bahwa pelestarian pengetahuan tradisional bukan sekadar pelindungan budaya, tetapi juga bagian penting dari upaya pembangunan berkelanjutan yang menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Substansi Utama
Raperda PATANJALA terdiri atas 12 Bab dan 39 Pasal yang mengatur berbagai aspek penting, di antaranya:
Pengakuan pengetahuan tradisional Patanjala sebagai dasar pelindungan kawasan sumber air;
Klasifikasi kawasan berbasis budaya Sunda: leuweung larangan (suaka), leuweung tutupan (lindung), dan leuweung baladahan (budidaya);
Tahapan pelindungan berbasis kultural: tatahar, naratas, dan netepkeun;
Peran aktif masyarakat dalam pelestarian, pengawasan, serta pendidikan budaya dan lingkungan;
Pengaturan pendanaan dan pengawasan melalui perangkat daerah dan sumber pembiayaan sah lainnya.
Landasan Hukum
Raperda PATANJALA disusun berdasarkan:
UUD 1945 Pasal 18 ayat (6),
UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,
UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, dan
Perda Kabupaten Sukabumi No. 1 Tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah.
Dengan dasar hukum tersebut, regulasi ini diharapkan menjadi payung hukum yang kuat dalam upaya pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal.
Rekomendasi Bapemperda
Sebagai tindak lanjut, Bapemperda merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah untuk:
Segera menyusun Peraturan Bupati sebagai aturan teknis pelaksanaan;
Menyediakan anggaran khusus bagi kegiatan inventarisasi dan revitalisasi kawasan Patanjala;
Meningkatkan literasi serta digitalisasi pengetahuan tradisional; dan
Melakukan monitoring serta evaluasi tahunan untuk memastikan implementasi perda berjalan efektif.
Raperda PATANJALA diharapkan menjadi tonggak kebangkitan ekologis dan kultural Kabupaten Sukabumi, sekaligus upaya mengembalikan keseimbangan antara manusia, budaya, dan alam.
Bayu Permana menegaskan bahwa filosofi yang melandasi semangat Raperda ini berpijak pada nilai luhur Sunda:
"Dinu kiwari ngancik nu bihari, seja ayeuna sampeureun jaga — apa yang kita lakukan hari ini adalah warisan bagi masa depan." Katanya.
Dengan semangat tersebut, DPRD Kabupaten Sukabumi optimistis Raperda PATANJALA akan menjadi warisan regulasi yang menjaga alam sekaligus memperkuat identitas budaya daerah.**

Posting Komentar