![]() |
Kuasa Hukum korban, Eddy Suzendi, SH, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 20 Maret 2025 |
Pihak BUJT LMS (PT Astra Tbk) diharapkan untuk bertanggung jawab tidak hanya atas kerusakan fisik yang ditimbulkan pada kendaraan dan penumpang, tetapi juga terhadap hilangnya nyawa dan luka-luka serius yang dialami oleh korban.
Cirebon,
polkrim-news.com || Keselamatan pengguna jalan tol adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar, dan pihak BUJT LMS (PT Astra Tbk) memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan hal tersebut terjaga.
Meskipun hingga saat ini pihak BUJT LMS telah berusaha menjaga keselamatan, kenyataannya masih ada beberapa titik jalan yang berpotensi berbahaya bagi pengguna jalan tol, terutama terkait dengan kondisi jalan yang tidak memadai seperti jalan bergelombang, serta potensi hydroplaning yang bisa sangat membahayakan.
Kejadian-kejadian serupa dapat menyebabkan kecelakaan yang tidak diinginkan, dan hal ini tentu saja dapat berujung pada gugatan hukum yang dapat merugikan pihak pengelola jalan tol.
Sebagai contoh nyata, kecelakaan bus pariwisata yang terjadi pada 24 Juli 2024, di Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) Kilometer 176, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, memberikan gambaran jelas akan pentingnya perhatian ekstra terhadap keselamatan pengguna jalan tol.
Bus yang mengangkut rombongan dosen Universitas Pamulang (Unpam) mengalami kecelakaan yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia, yaitu Direktur Pascasarjana Unpam, H. Sarwani, serta beberapa penumpang lainnya mengalami luka-luka berat.
Gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum korban, Eddy Suzendi, SH, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 20 Maret 2025, mengungkapkan beberapa temuan yang menunjukkan adanya kelalaian yang dilakukan oleh pihak pengelola jalan tol, dalam hal ini PT Astra Tbk, yang memiliki kewajiban untuk menjaga kondisi jalan tol tetap aman bagi seluruh pengguna jalan.
Faktor Penyebab Kecelakaan: Kegagalan Pengelolaan dan Pemeliharaan Jalan Tol
Menurut penjelasan dari Eddy Suzendi, SH., dugaan penyebab kecelakaan tersebut dimulai ketika bus yang mengangkut 33 penumpang melaju dari arah Palimanan menuju Cikopo.
"Ketika melintas di Kilometer 176, bus tersebut diduga mengalami oleng ke kanan, yang dipicu oleh beberapa faktor: kondisi jalan yang sempit akibat adanya perbaikan jalan serta disorientasi yang dialami oleh pengemudi yang terkena silau cahaya. Dalam kondisi tersebut, bus menabrak tiang rambu petunjuk jalan (RPJJ) yang ada di median jalan, yang merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan fatal tersebut," ujarnya.
Meskipun pengemudi bus, Agus Nuryanto, mengalami disorientasi akibat cahaya yang menyilaukan, kuasa hukum korban menyatakan bahwa faktor ini tidak bisa sepenuhnya dijadikan alasan pembenaran.
"Jika pengelola jalan tol, PT Astra Tbk, sudah memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) dan merawat fasilitas jalan dengan benar sesuai ketentuan yang ada, kecelakaan ini seharusnya bisa dihindari," jelas Eddy Suzendi.
Kelalaian Pengelola Jalan Tol: Kondisi Jalan yang Tidak Memadai
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol, disebutkan bahwa pengelola jalan tol harus memastikan bahwa semua fasilitas jalan seperti guardrail dan tiang rambu ditempatkan sesuai dengan pedoman teknis yang berlaku.
Namun, dalam kasus ini, ditemukan bahwa tiang rambu (RPJJ) terlalu dekat dengan guardrail, yang seharusnya memiliki ruang yang cukup agar tidak membahayakan pengguna jalan yang melintasinya.
Lebih lanjut, kondisi fisik tiang rambu yang sudah berkarat, mur yang hilang, dan adanya lubang-lubang di jalan tol yang tidak tertutup dengan baik, menjadi bukti nyata bahwa pemeliharaan jalan tol tersebut tidak optimal.
Fasilitas yang kurang terawat ini tidak hanya berpotensi merusak kendaraan yang melintas, tetapi juga dapat membahayakan nyawa pengguna jalan, seperti yang terbukti dalam kecelakaan tersebut.
Sebagai badan usaha yang mengelola jalan tol, mereka memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa fasilitas jalan tol tetap dalam kondisi yang aman dan sesuai dengan standar yang berlaku.
Pihak BUJT LMS (PT Astra Tbk) diharapkan untuk bertanggung jawab tidak hanya atas kerusakan fisik yang ditimbulkan pada kendaraan dan penumpang, tetapi juga terhadap hilangnya nyawa dan luka-luka serius yang dialami oleh korban.
Upaya Preventif Mencegah Kecelakaan Sebelum Terjadi
Eddy Suzendi juga menegaskan bahwa kecelakaan ini tidak hanya disebabkan oleh kelalaian pengemudi, tetapi juga oleh kurangnya perhatian dari pihak pengelola jalan tol terhadap keselamatan pengguna jalan. Sebagai jalan tol yang seharusnya berfungsi sebagai forgiving road. Fasilitas di jalan tol haruslah dilengkapi dengan berbagai perlindungan untuk mencegah kecelakaan, terutama di titik-titik yang memiliki potensi bahaya seperti penyempitan jalan atau kerusakan fasilitas jalan.
Dalam hal ini, pihak BUJT LMS seharusnya memasang pengaman tambahan seperti save barrier* atau crash cushion di titik-titik rawan kecelakaan.
Hal ini penting untuk mengurangi dampak kecelakaan yang mungkin terjadi. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2021 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan, pemasangan alat pengaman yang tepat dapat meminimalisir risiko kecelakaan dan melindungi nyawa para pengguna jalan.
Tanggung Jawab Tanpa Batas: Tuntutan atas Tanggung Jawab Pengelola Jalan Tol
Salah satu poin penting yang ditekankan dalam gugatan ini adalah mengenai tuntutan unlimited liability atau tanggung jawab tidak terbatas terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian pengelola jalan tol.
Pihak BUJT LMS (PT Astra Tbk) harus memahami bahwa kewajiban mereka tidak terbatas hanya pada pemeliharaan jalan, tetapi juga mencakup perlindungan keselamatan pengguna jalan. Setiap potensi bahaya di jalan tol harus segera diatasi untuk menghindari kecelakaan yang merugikan berbagai pihak.
Sebagai pengelola jalan tol, PT Astra Tbk memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan keselamatan pengguna jalan, bukan hanya sekadar mengejar keuntungan semata. Kejadian kecelakaan ini harus menjadi pembelajaran penting bagi mereka untuk meningkatkan standar keselamatan dan pemeliharaan fasilitas jalan tol yang mereka kelola.
Kesimpulan
Mencegah Kecelakaan untuk Masa Depan yang Lebih Aman
Gugatan yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini diharapkan menjadi preseden penting yang mendorong pengelola jalan tol untuk meningkatkan kualitas pemeliharaan dan menyediakan fasilitas keselamatan yang lebih baik.
Jika langkah-langkah preventif diambil sejak dini, kita dapat menghindari kecelakaan-kecelakaan serupa di masa depan, dan para pengguna jalan tol dapat merasakan rasa aman saat melintasi jalan tol yang mereka percayakan untuk digunakan setiap hari.
Dengan mengutamakan keselamatan pengguna jalan, pihak BUJT LMS (PT Astra Tbk) dapat menjaga kepercayaan masyarakat dan menghindari risiko hukum yang lebih besar. Ke depannya, diharapkan kejadian serupa tidak terulang, dan keselamatan pengguna jalan tol dapat terjamin secara maksimal.
Peraturan yang Relevan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol.
Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No. Sk.7234/AJ401/DRJD/2013 tentang Petunjuk Teknis Perlengkapan Jalan.
Peraturan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2021 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan.
Dengan dasar hukum yang kuat, pengelola jalan tol diharapkan untuk selalu memperhatikan standar keselamatan yang tinggi, agar kecelakaan yang merugikan banyak pihak dapat dihindari.
Penulis Artikel : Eddy Suzendi, SH (Advokat LLAJ)
Editor : yolando
Posting Komentar