![]() |
Sekolah Jurnalisme Indonesia |
Bandung,
polkrim-news.com || Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, akses terhadap data dan informasi menjadi semakin mudah dan cepat.
Terkadang masyarakat dapat dengan mudah terjerumus kedalam berita yang keliru atau Hoax. Dengan demikian peran media dan jurnalis harus mampu memerangi penyebaran Hoax itu guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain itu juga, penggunaan kode etik jurnalistik, penggunaan bahasa indonesia dengan baik dan benar, serta berintegrasi juga berwawasan kebangsaan menjadi harga mati bagi pewarta atau wartawan di era digital saat ini.
"Wawasan kebangsaan sangat diperlukan oleh insan jurnalis. Karena produk jurnalis itu akan dibaca oleh masyarakat luas dan harus dapat mengangkat nilai nilai kebangsaan, kehormatan nasional, visi misi negara, serta bahkan mungkin juga tulisan kita bisa sampai ke saudara-saudara di internasional," ungkap Dr. Imam Jahrudin Proyanto, M. Hum kepada siswa di Sekolah Jurnalis Indonesia 2024, Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Barat, Rabu (8/2/2024).
Dr. Imam mengatakan, di era digital saat ini, jurnalis harus mampu juga mengambil jalan tengah antara ejaan yang dibenarkan dan artikel yang ramah Google.
"Lalu kita dalam memberitakan harus dapat memilih kata-kata yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada pembaca agar mudah berterima dan dimengerti. Semisal, Eufemisme atau penghalusan makna kata yang dianggap tabu oleh masyarakat. Terdapat kata pemerkosaan yang kini banyak diganti dengan rudapaksa. Padahal kata itu berbeda, untuk mendeskripsikan aksi kekerasan seksual. Kata rudapaksa kurang tepat untuk menyampaikan unsur makna seksual," tegas Dr. Imam.
Dr. Imam berpesan, selain memperhatikan isi berita, cara penyampaian, penulisan, penggunaan bahasa dan kosa kata juga di era digital saat ini kita harus meperhatikan Search Engine Optimization (SEO) agar mampu bersaing dengan media lain dan mampu menjawab tantangan kedepan.
Hal itu pun sejalan dengan Fatnur Rohman dari Antara Cirebon yang menjelaskan ketika kita memasukkan kata yang belum masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan juga belum termasuk ke dalam Algoritma Google.
"Seperti contohnya ketika kita memasukkan kata yang belum masuk ke dalam KBBI dan juga belum termasuk ke dalam Algoritma Google. Solusinya kita dapat memiringkan kata-kata tersebut," ujarnya. (*)
Posting Komentar