Dianggap Tidak ada Kepentingan, Penasehat Hukum Korban Kasus Pelecehan Seksual diusir Hakim PN Tamiang Layang
Kab. Barito Timur, Kalteng.
polkrim-news.com || Kasus pelecehan seksual yang telah dilakukan oleh oknum mantan Kepala bidang dinas sosial kabupaten Barito Timur terus bergulir sampai kemeja Pengadilan namun, yang menarik saat proses sidang terjadi pengusiran kepada penasehat hukum serta keluarga korban yang sedang mengikuti proses sidang oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tamiang Layang di ruang sidang, Senin (08/05/2023).
Persidangan dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tamiang Layang yang sebelumnya dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB dan diundur kembali pada pukul 13.00 WIB yang kemudian diundur lagi hingga sekitar pukul 17.00 WIB. Adapun pengunduran waktu sidang tersebut karena berbagai alasan yang disampaikan.
Saat persidangan dimulai, tiba-tiba pena sehat hukum terduga pelaku melakukan protes kepada Majelis Hakim atas keberadaan penasehat hukum korban dengan alasan tidak mempunyai kepentingan. Hal yang sangat memberatkan saat Ketua Majelis Hakim Moch. Iza Nazarudin SH MH malah menyetujui hal yang diusulkan oleh penasehat hukum terduga pelaku.
Menyikapi hal ini Sandi Jaya Prima Simarmata selaku penasehat hukum korban merasa sangat keberatan.
“Sesuai dengan Pasal 23 ayat 1 UU no. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa dalam setiap pemeriksaan anak wajib untuk diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Lebih lanjut diterangkan bahwa landasan hukum ini seharusnya bisa menjadi pegangan hakim serta dasar mengapa kami ada dan berada dalam segala proses pemeriksaan bahkan hingga ke Pengadilan.
Bahkan menurutnya di dalam undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana pelecehan seksual dalam pasal 26 ayat (1) korban dapat di dampingi pada semua tindakan pemeriksaan dalam proses peradilan (2) Huruf H pendamping hukum, adalah advokat dan paralegal.
Sandi Jaya juga menyampaikan bahwa pada kasus ini dimana korban yang juga sekaligus saksi yang dihadirkan merupakan anak dbawah umur. Sehingga seharusnya hakim memahami serta mempertimbangkan keberadaan penasehat hukum yang hadir dalam persidangan.
Hakim juga tidak mengindahkan permintaan jaksa supaya korban tidak bertemu langsung dengan terdakwa karena korban mengalami trauma (korban menangis saat melihat terdakwa).
Selain itu juga Ibu kandung korban yang juga hadir sebagai saksi dan menyaksikan proses persidangan merasa bahwa ada kejanggalan dalam proses persidangan ini, terutama pada sikap Hakim Ketua.
Bahkan sikap hakim dianggap ada nilai yang mengandung sikap itimidatif kepada anaknya selaku korban pada kasus ini.
“Saya merasa sangat aneh dengan sikap Hakim, apalagi saat penasehat hukum kami diminta keluar. Bahkan saat anak kami meminta agar tetap didampingi penasehat hukum, hakim malah melontarkan pertanyaan yaitu apakah kasus ini mau dilanjutkan? Ini sidang peradilan anak dan tertutup dan tidak ada orang lain bisa ikut”, kata ibu korban.
Sementara, saat awak media mengkonfirmasi melalui humas PN Tamiang Layang, Arief mengatakan, bahwa majelis hakim dalam melaksana kan hukum acara di persidangan berpe doman pada uu nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang memang pada persidangan ini, jelas Arief via WhatshApp, Selasa pagi (09/05/2023).
Menurutnya, anak Korban sudah berumur dewasa (diatas 18 Tahun) pada saat diperiksa di persidangan meskipun didakwakan pada Pasal Perlindungan Anak.
"Karena ini perkara asusila harus sidang tertutup, maka Majelis Hakim berpendapat agar para pihak yang tidak berkepentingan agar dapat meninggalkan ruang sidang," pungkasnya.
Ironisnya Pengacara Korban Pelecehan Seksual Juga terseret diusir karena di anggap tidak berkepentingan. ( H.Suriansyah ).
Posting Komentar